Selasa, 25 September 2018

Hampatong


Dibantu Pastor Fr. Groot selama di Samarinda, Jacob Vredenbregt memasuki jantung-jantung kebudayaan Kalimantan. Ahli antropologi yang malang melintang di universitas ternama Indonesia itu, memberikan penjabaran yang menarik tentang kebudayaan dengan cara yang cermat.

Selama delapan tahun Vredenbregt membantu Universitas Indonesia, kemudian Universitas Hasanuddin dan juga Universitas Lambung Mangkurat, menjadikannya sosok yang tak diragukan mengenai antropologi, serta memiliki jaringan dengan para sejarawan ternama termasuk Andri Lapian sampai Alexander van der Leeden. Salah satu yang menarik perhatiannya yakni patung-patung kayu Dayak atau hampatong.


Hampatong adalah patung-patung yang dipahat dari kayu atau tulang, yang menggambarkan manusia, hewan dan mahluk-mahluk menakutkan. Patung-patung ini digunakan dengan berbagai tujuan dalam sistem religi Dayak.

Hampatong terbagi dua, yakni hampatong kecil atau mini, biasanya tidak melebihi 20 sentimeter. Dikenal dengan karohei dan penyang (yang tercakup golongan ini tak hanya patung, tapi juga benda lain seperti akar kayu, taring beruang, buaya, babi ataupun dari hewan lain, batu-batu aneh, berbagai jenis rumput, manik dan sebagainya yang diberikan nilai magis).

Karohei biasanya dihubungkan dengan perdagangan, kekayaan, hasil penangkapan ikan, penanaman padi serta barang anyaman—dihubungkan dengan Jata dan dunia bawah. Sedangkan penyang dengan peperangan dan perkara-perkara hukum—dihubungkan dengan Mahatala dan dunia atas.

Adalah sesuatu yang biasa berlaku pada masyarakat Dayak, benda-benda tertentu seperti hampatong dihubungkan dengan lingkungan dan kelompok secara kosmis, maupun keagamaan dan sosial.
Hampatong mini oleh masyarakat Dayak seringkali disimpan di dalam rumahnya dianggap akan membawa untung, kesehatan, panen berlimpah ruah dan sebagainya. Satu yang dikenal yakni karohei tatau (karohei kekayaan). Yang masing-masing bentuk memiliki makna khusus.

Patung-patung kecil ini, menurut Vredenbregt merupakan jalan untuk memahami hampatong besar. Sikap-sikap aneh yang seringkali digambarkan hampatong diambil dari sikap badan yang aneh-aneh dari Balian yang tengah mengusir roh jahat.

Patung kayu hampatong besar dapat dibedakan ke dalam tajahan dan pataho. Tajahan selalu dikaitkan dengan maut, yaitu pesta tiwah atau dengan pengayauan. Masing-masing menggambarkan orang-orang mati yang dipestakan pada tiwah tersebut, dan korban-korban pengayauan.

Pataho adalah hampatong yang berfungsi sebagai penjaga kampung. Kelompok patung lain dibentuk oleh Sapundu, yaitu yang dinamakan tiang-tiang korban tempat para budak korban di masa lampau, dan saat ini diganti kerbau, diikat selama pesta tiwah berlangsung, dan kemudian disiksa hingga mati. Sayangnya, Vrendebregt tak menuliskan belontang, mungkin dari pengertian yang dipaparkannya, patung itu masuk dalam kelompok sapundu.

Penulis: Chai Siswandi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar