
Dibantu Pastor Fr. Groot selama di Samarinda, Jacob Vredenbregt memasuki jantung-jantung kebudayaan Kalimantan. Ahli antropologi yang malang melintang di universitas ternama Indonesia itu, memberikan penjabaran yang menarik tentang kebudayaan dengan cara yang cermat.
Selama delapan tahun Vredenbregt membantu Universitas Indonesia,
kemudian Universitas Hasanuddin dan juga Universitas Lambung Mangkurat,
menjadikannya sosok yang tak diragukan mengenai antropologi, serta memiliki jaringan dengan para sejarawan ternama
termasuk Andri Lapian sampai Alexander van der Leeden. Salah satu yang menarik
perhatiannya yakni patung-patung kayu Dayak atau hampatong.
Hampatong adalah
patung-patung yang dipahat dari kayu atau tulang, yang menggambarkan manusia,
hewan dan mahluk-mahluk menakutkan. Patung-patung ini digunakan dengan berbagai
tujuan dalam sistem religi Dayak.
Hampatong terbagi dua,
yakni hampatong kecil atau mini, biasanya tidak melebihi 20 sentimeter. Dikenal
dengan karohei dan penyang (yang tercakup golongan ini tak hanya
patung, tapi juga benda lain seperti akar kayu, taring beruang, buaya, babi
ataupun dari hewan lain, batu-batu aneh, berbagai jenis rumput, manik dan
sebagainya yang diberikan nilai magis).

Adalah sesuatu
yang biasa berlaku pada masyarakat Dayak, benda-benda tertentu seperti hampatong
dihubungkan dengan lingkungan dan kelompok secara kosmis, maupun keagamaan dan
sosial.
Hampatong mini oleh masyarakat Dayak seringkali disimpan di dalam rumahnya dianggap akan membawa untung, kesehatan, panen berlimpah ruah dan sebagainya. Satu yang dikenal yakni karohei tatau (karohei kekayaan). Yang masing-masing bentuk memiliki makna khusus.
Hampatong mini oleh masyarakat Dayak seringkali disimpan di dalam rumahnya dianggap akan membawa untung, kesehatan, panen berlimpah ruah dan sebagainya. Satu yang dikenal yakni karohei tatau (karohei kekayaan). Yang masing-masing bentuk memiliki makna khusus.
Patung-patung
kecil ini, menurut Vredenbregt merupakan jalan untuk memahami hampatong
besar. Sikap-sikap aneh yang seringkali digambarkan hampatong diambil
dari sikap badan yang aneh-aneh dari Balian yang tengah mengusir roh jahat.
Patung kayu hampatong
besar dapat dibedakan ke dalam tajahan dan pataho. Tajahan
selalu dikaitkan dengan maut, yaitu pesta tiwah atau dengan pengayauan.
Masing-masing menggambarkan orang-orang mati yang dipestakan pada tiwah
tersebut, dan korban-korban pengayauan.
Pataho adalah hampatong
yang berfungsi sebagai penjaga kampung. Kelompok patung lain dibentuk oleh Sapundu,
yaitu yang dinamakan tiang-tiang korban tempat para budak korban di masa
lampau, dan saat ini diganti kerbau, diikat selama pesta tiwah berlangsung, dan
kemudian disiksa hingga mati. Sayangnya, Vrendebregt tak menuliskan belontang,
mungkin dari pengertian yang dipaparkannya, patung itu masuk dalam kelompok sapundu.
Penulis: Chai Siswandi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar