Mungkin sebab ukurannya yang kecil, manik bisa jadi bagian budaya
Kalimantan yang paling sedikit dibicarakan. Padahal, ia memiliki fungsi dan
ragam yang rumit mewakili cita rasa seni, kepentingan ritual untuk kesehatan
sampai kematian, perhiasan sampai cerminan kelas sosial masyarakat Kalimantan.
Sejak dahulu kala
sejak manusia mengenal gigi (taring), tulang dan kulit kerang- kemudian batu
mulia. Manusia mulai menghias dirinya dengan beragam ornamen dan ragam warna
yang menunjukkan selera dan kebutuhan.
Mungkin sama seperti
martavan, manik di Kalimantan merupakan material yang awalnya komoditas
dagang yang datang dari luar, kemudian memiliki nilai baru sebagai properti
supranatural. Menjadi sebuah paradoks manik-manik yang merupakan bagian penting
budaya Kalimantan sejak dulu sebenarnya barang impor.
Manik-manik buatan
yang diproduksi masal, bentuk seragam dan mulus setidaknya sejak abad 15 masuk
dari India, Pakistan dan beberapa tempat lain. Kemudian diinovasi bangsa Eropa
pada akhir abad 19 dengan ragam bentuk potongan, serta pewarnaan.
Sedangkan manik batu
sudah dikenal bangsa Cina sejak awal masehi. Bangsa ini juga yang
memperkenalkan teknik membuat manik kaca ke seluruh Asia Tenggara sejak 1200 Masehi.
Sementara carnelian atau lebih dikenal dengan lamiang (manik lonjong
bewarna merah) didatangkan dari Cambay, India. Manik-manik berwarna biru yang
disebut manik tilek (Melanau) berasal dari Biang Chiang di Vietnam-bukan
Belanda.
Beberapa jenis manik
lagi yang ditemukan di Kalimantan dibuat di Sri langka kemudian Jawa.
Menariknya,
masyarakat di Kalimantan memiliki pandangan yang unik terkait benda yang
sebenarnya impor itu. Manik dianggap memiliki kekuatan, membawa kesejahteraan
dan juga kecantikan. Dipakai untuk kalung, penghias pakaian, senjata, sampai
penutup kepala.
Sejak lama
orang-orang Kayan menjadikan manik sebagai bekal kubur. Sedangkan orang Bidayuh
mengenal yang disebut manik berawan yang merupakan manik eksklusif para saman,
digunakan sebagai pengobatan. Orang-orang Benuaq memadukan manik, jurongk (patung
kecil) dan taring sebagai lambang pejuang. Sedangkan, ada masa orang-orang Ulu,
para Dayung (sejenis dukun) membentangkan manik-manik tua di luar atap rumah
untuk mengundang roh-roh baik.
Sementara itu, orang
Kenyah menghias gendongan bayi dengan manik-manik membentuk berbagai motif
untuk menyambut kelahiran anak mereka.
Ada berbagai bentuk,
warna serta variasi rangkaian manik. Yang berbeda nama di masing-masing sub
suku di Kalimantan. Manik berbentuk batang dengan warna mosaik sering dikenal
dengan Buah wang atau Batang uma, manik batang bewarna biru disebut let
silo atau manik tolam atau tumbis tolam. Manik hijau atau
biru amber dinamakan manik likis dan manik kelam. Biru melon
disebut let babak.
Manik carnelian
atau lamiang punya nama lain tong ba'o ma'un atau marik pelaga
sedangkan orang Long Bawang menyebutnya aki.
Manik dengan bentuk
seperti sedotan dinamakan bao tulang buror. Sedangkan yang membentuk
pola mata disebut sukot. Lainnya manik Kenyah yang paling mudah ditemui
dengan motif lingkaran dengan spiral ditengahnya disebut lukut, untuk
motif belang dinamakan kelem bela, atau kelam angah. Juga ada
manik yang umum bagi orang Kayan, warna kuning kecil seperti donat dinamakan lavang.
Banyak lagi.
Penulis: Chai Siswandi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar