Minggu, 09 September 2018

Manik-Manik


Mungkin sebab ukurannya yang kecil, manik bisa jadi bagian budaya Kalimantan yang paling sedikit dibicarakan. Padahal, ia memiliki fungsi dan ragam yang rumit mewakili cita rasa seni, kepentingan ritual untuk kesehatan sampai kematian, perhiasan sampai cerminan kelas sosial masyarakat Kalimantan.

Sejak dahulu kala sejak manusia mengenal gigi (taring), tulang dan kulit kerang- kemudian batu mulia. Manusia mulai menghias dirinya dengan beragam ornamen dan ragam warna yang menunjukkan selera dan kebutuhan.


Mungkin sama seperti martavan, manik di Kalimantan merupakan material yang awalnya komoditas dagang yang datang dari luar, kemudian memiliki nilai baru sebagai properti supranatural. Menjadi sebuah paradoks manik-manik yang merupakan bagian penting budaya Kalimantan sejak dulu sebenarnya barang impor.

Manik-manik buatan yang diproduksi masal, bentuk seragam dan mulus setidaknya sejak abad 15 masuk dari India, Pakistan dan beberapa tempat lain. Kemudian diinovasi bangsa Eropa pada akhir abad 19 dengan ragam bentuk potongan, serta pewarnaan.

Sedangkan manik batu sudah dikenal bangsa Cina sejak awal masehi. Bangsa ini juga yang memperkenalkan teknik membuat manik kaca ke seluruh Asia Tenggara sejak 1200 Masehi. Sementara carnelian atau lebih dikenal dengan lamiang (manik lonjong bewarna merah) didatangkan dari Cambay, India. Manik-manik berwarna biru yang disebut manik tilek (Melanau) berasal dari Biang Chiang di Vietnam-bukan Belanda.

Beberapa jenis manik lagi yang ditemukan di Kalimantan dibuat di Sri langka kemudian Jawa.

Menariknya, masyarakat di Kalimantan memiliki pandangan yang unik terkait benda yang sebenarnya impor itu. Manik dianggap memiliki kekuatan, membawa kesejahteraan dan juga kecantikan. Dipakai untuk kalung, penghias pakaian, senjata, sampai penutup kepala.

Sejak lama orang-orang Kayan menjadikan manik sebagai bekal kubur. Sedangkan orang Bidayuh mengenal yang disebut manik berawan yang merupakan manik eksklusif para saman, digunakan sebagai pengobatan. Orang-orang Benuaq memadukan manik, jurongk (patung kecil) dan taring sebagai lambang pejuang. Sedangkan, ada masa orang-orang Ulu, para Dayung (sejenis dukun) membentangkan manik-manik tua di luar atap rumah untuk mengundang roh-roh baik.

Sementara itu, orang Kenyah menghias gendongan bayi dengan manik-manik membentuk berbagai motif untuk menyambut kelahiran anak mereka.

Ada berbagai bentuk, warna serta variasi rangkaian manik. Yang berbeda nama di masing-masing sub suku di Kalimantan. Manik berbentuk batang dengan warna mosaik sering dikenal dengan Buah wang atau Batang uma, manik batang bewarna biru disebut let silo atau manik tolam atau tumbis tolam. Manik hijau atau biru amber dinamakan manik likis dan manik kelam. Biru melon disebut let babak.

Manik carnelian atau lamiang punya nama lain tong ba'o ma'un atau marik pelaga sedangkan orang Long Bawang menyebutnya aki.

Manik dengan bentuk seperti sedotan dinamakan bao tulang buror. Sedangkan yang membentuk pola mata disebut sukot. Lainnya manik Kenyah yang paling mudah ditemui dengan motif lingkaran dengan spiral ditengahnya disebut lukut, untuk motif belang dinamakan kelem bela, atau kelam angah. Juga ada manik yang umum bagi orang Kayan, warna kuning kecil seperti donat dinamakan lavang.

Banyak lagi.

Penulis: Chai Siswandi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar