Hingga
Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2019, Kalimantan Timur belum mempunyai
seorang pun Pahlawan Nasional. Padahal provinsi tetangga di barat, tengah, dan
selatan Kalimantan sudah memiliki prestise dengan Pahlawan Nasionalnya
masing-masing.
Empat
bulan silam, tepatnya 25 Juni 2019, Pemerintah Kota Samarinda menyelenggarakan
Seminar Nasional Kepahlawanan Abdoel Moeis Hassan. Hal ini berdasarkan usulan
yang diajukan oleh sekelompok masyarakat yang bernaung dalam Lembaga Studi
Sejarah Lokal Komunitas Samarinda Bahari, disingkat Lasaloka-KSB.
Seminar
Nasional di Gedung Bankaltimtara itu menghadirkan sejarawan nasional Dr. Agus
Suwignyo, M.A. dari UGM, sejarawan
regional Drs. Wajidi, M.Pd. dari Balitbangda Kalimantan Selatan, dan sejarawan
lokal Drs. Slamet Diyono, M.Pd. dari Universitas Mulawarman, serta Kasubdit
pada Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan, dan Restorasi
Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia, Afni, S.H., M.Si. Keempat
narasumber bersepakat bahwa Abdoel Moeis Hassan dinilai layak untuk mendapatkan
gelar Pahlawan Nasional dari Kaltim.
Namun,
pada seminar itu, pejabat Kemensos menyampaikan informasi bahwa masa pengajuan
usulan Pahlawan Nasional untuk tahun 2019 telah ditutup sebelum pelaksanaan
seminar nasional. Tahun 2019 ini hanya dua nama yang masuk ke Kemensos dari dua
provinsi. Masa pengajuan akan dibuka kembali pada tahun 2020.
Perkembangan
terkini disampaikan oleh Fajar Alam, ketua Lasaloka-KSB, pada Selasa (29/10) di
Samarinda. Menurutnya, tim pengusul mempergunakan masa tunggu yang cukup
panjang, yakni selama setengah tahun, untuk makin menambah referensi sebagai
bahan memperkuat usulan.
“Tim
pengusul bekerja sama dengan penerbit buku, akan menerbitkan buku sejarah
perjuangan Abdoel Moeis Hassan dari naskah makalah yang disampaikan oleh
sejarawan Kalimantan, Drs. Wajidi, M.Pd. Beliau merupakan pembicara dalam
seminar nasional tersebut.” Fajar menungkapkan.
Tim
pengusul juga menghimpun kembali foto-foto almarhum Abdoel Moeis Hassan. Tim
baru saja menerima dua foto yang memperlihatkan Gubernur Abdoel Moeis Hassan
menerima pemberian pedang pusaka dari Sultan Kutai Aji Muhammad Parikesit di
Kantor Gubernur Kaltim tahun 1965. Menurut keterangan dari putra almarhum,
yakni Taufik Siradjuddin Moeis, Sultan menghadiahkan pedang sebagai ucapan terima
kasih kepada Gubernur atas penyelamatan keraton di Tenggarong dari upaya
pembakaran oleh massa yang anarkis.
Fajar memaparkan lebih lanjut mengenai rencana ke
depan menurut urutan dan tugas pokok fungsi masing-masing. Rencananya, pada Desember 2019 tim pengusul
akan menyerahkan segala berkas, dokumen, dan buku baru kepada Dinas Sosial Kota
Samarinda. Selanjutnya, Dinsos Kota dipersilakan meneruskan berkas tersebut
kepada Dinas Sosial Provinsi Kaltim. Proses berikutnya, Dinsos Provinsi yang
bertugas melakukan hal-hal yang dianggap perlu sesuai regulasi hingga
mengirimkannya kepada Kemensos RI. Regulasi yang mengatur usulan gelar Pahlawan
Nasional adalah Undang-Undang No.
20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dan Peraturan
Menteri Sosial No. 15 Tahun 2012 tentang Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional
“Di samping itu, Dinas Perhubungan Kota atau
Pemerintah Kota Samarinda perlu menindaklanjuti perkembangan usulan penamaan
Jembatan Mahulu dengan nama Abdoel Moeis Hassan. Penamaan bangunan monumental
ini penting sebagai satu di antara syarat administrasi.” Pungkas Fajar. (AR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar