Ini fenomena langka. Barangkali hanya Samarinda
satu-satunya kota yang mempunyai Hari Jadi Kota dan Hari Ulang Tahun (HUT)
Pemerintah Kota dalam satu tanggal. Pada 21 Januari 2019 Samarinda memperingati
Hari Jadi Kota ke-351 dan HUT Pemkot ke-59. Namun, ada kontroversi di baliknya.
Tampilkan postingan dengan label Kontroversi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kontroversi. Tampilkan semua postingan
Selasa, 22 Januari 2019
Selasa, 24 Juli 2018
Ini Sebabnya Kita Pakai Nama Kalimantan, Bukan Borneo
Gara-gara buku The Head-Hunters of Borneo, para pejuang
lokal Kalimantan tempo dulu enggan berbangga dengan nama "Borneo"
untuk tanah airnya. Buku karya Carl Bock tahun 1882 ini merupakan satu dari
karya tulis asing yang menyebabkan imaji negatif alias citra buruk bagi Pulau
Kalimantan secara umum.
Pulau yang banyak sungai dan berhutan lebat ini dideskripsikan
sebagai daratan yang dihuni manusia primitif nan biadab yang gemar memenggal
kepala sesama mereka. Tradisi yang disebut ngayau oleh masyarakat
pedalaman itu menjadi kisah horor yang ditulis oleh penjelajah Eropa.
![]() |
Ilustrasi seorang Dayak menenteng kepala musuh
yang dipenggalnya (1823).
Sumber: http://www.geheugenvannederland.nl
|
Rabu, 09 Agustus 2017
Sejarah Pua Ado, Kepala Polisi Banjar, dan Pangeran Bendahara di Samarinda Tempo Dulu
Penulisan sejarah memang dinamis dan tidak ada yang bersifat final. Revisi akan terus dilakukan seiring terungkapnya sumber yang tersembunyi dan tersingkapnya tabir yang menutupi sejarah.
Saya memperoleh salinan naskah "Salasila Bugis di Kutai" yang termaktub dalam hasil riset karya Solco Walle Tromp tahun 1887 berjudul "Eenige Mededeelingen Omtrent de Boeginezen van Koetai". Tulisan berbahasa Belanda dan Melayu kuno ini diterjemahkan serta disadur ke dalam bahasa Indonesia oleh seorang peneliti di Universitas Leiden-Belanda, bernama Frieda Amran. Saya kemudian berkorespondensi dengan antropolog kelahiran Sumatra Selatan tersebut.
Rabu, 14 Juni 2017
"Salasila Bugis di Kutai" Penumbang Teori Daeng Mangkona 1668
Saduran tersebut ternyata menumbangkan teori Daeng Mangkona sebagai Pua Adoe pertama di Samarinda. Salasila Bugis berbahasa Melayu yang dikutip Tromp sama sekali tidak menyebut nama La Mohang Daeng Mangkona yang diklaim sebagai kepala rombongan Bugis Wajo yang menghadap Raja Kutai untuk minta izin menetap di wilayah Kutai.
Kamis, 09 Februari 2017
Kontroversi Hari Jadi Kota Balikpapan
Benarkah Kota Balikpapan baru berusia 120 tahun pada hari ini, 10 Februari 2017?
Tepatkah kesimpulan Seminar Sejarah Balikpapan 1984, yang memutuskan hari jadi Balikpapan pada tanggal 10 Februari 1897, berdasarkan tanggal pengeboran minyak pertama di Balikpapan yang dilakukan oleh perusahaan Mathilda?
Apakah sebelum tahun 1897 Balikpapan adalah terra incognita alias kawasan kosong tak berpenghuni?
Sabtu, 21 Januari 2017
Menyingkap Fakta Makam-makam Tua di Samarinda
Hingga medio 1980-an masyarakat Samarinda hanya mengenal dua makam tua. Keduanya terletak berseberangan, terpisah oleh Sungai Mahakam.
Makam pertama berada di Mangkupalas, sebuah kawasan tua yang sudah berperadaban sejak abad ke-13 Masehi. Pada batu nisannya tertulis "Pangeran Raja Surya" dengan aksara Arab.
Kamis, 21 Januari 2016
Kontroversi 21 Januari 1668 dan Kultur Banjar di Samarinda
Hari ini, 21 Januari 2016, Pemerintah Kota Samarinda, instansi dan lembaga lokal, serta sekolah-sekolah memperingati hari jadi dalam seremonial upacara. Hari jadi yang dirayakan ada dua jenis: hari jadi Pemkot Samarinda ke-56 dan hari jadi Kota Samarinda ke-348.
Penetapan hari jadi Pemerintah Daerah tanggal 21 Januari 1960 mempunyai landasan historis dan autentik, karena pada tanggal tersebut terjadi upacara serah-terima wilayah oleh Kepala Daerah Istimewa (DI) Kutai kepada Walikota Samarinda, Kapten Soedjono. Sebelumnya, terjadi pemecahan wilayah DI Kutai menjadi 3 daerah tingkat (Dati) II, yaitu Dati II Kutai, Kotapraja Samarinda, dan Kotapraja Balikpapan.
Sabtu, 14 November 2015
Misteri Kelompok Masyarakat Penghuni Awal Samarinda

Gambar terlampir adalah 5 lokasi dari 6 wilayah yang disebutkan dalam "De Kroenik van Koetai" tulisan Constantinus Alting Mees, hasil disertasinya yang kemudian diterbitkan pada kisaran tahun 1935. Mees sendiri mendapatkan naskah aslinya yang ditulis dalam huruf Arab oleh Chatib Muhammad Tahir pada 30 Rabiul Awal 1265 H (24 Februari 1849 M), bertutur perikehidupan sejak kisaran tahun 1300-an Masehi.
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Kementerian Penerangan RI tahun 1953 mengungkap, di Muara Kaman ditemukan tiang batu bekas pemujaan. Penduduk setempat menamainya Lesong...
-
Tanggal 24 Februari 2019, tepat 170 tahun silam naskah “Salasilah Raja dalam Negeri Kutai Kertanegara” selesai ditulis. Manuskrip beraks...
-
Samarinda, SejarahKaltim.com Sebanyak 55 orang lolos seleksi sebagai peserta Lokakarya Penulisan Karya Tulis Sejarah & Adat Tradisi. K...