Rabu, 27 Agustus 2025

Dari Sejarah Industrial, Perubahan Iklim, hingga Antisipasi Bencana dalam Workshop Pusat Studi Borneo UMKT


Samarinda, SejarahKaltim.com – Diproyeksikan sebanyak lebih dari 60% penduduk Kalimantan akan terdampak panas ekstrem pada tahun 2075. Bencana kebakaran dan banjir juga diprediksi akan meningkat.

Hal ini terungkap dalam Workshop bertema “Eksplorasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Masyarakat dan Lingkungan” yang digelar oleh Pusat Studi Borneo Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) di Samarinda (27/8/2025).

Empat narasumber mempresentasikan masalah perubahan iklim di Kalimantan Timur sesuai kompetensinya dalam dua sesi yang diikuti oleh 244 peserta lintas kampus dan instansi.

Sesi pertama menampilkan sejarawan publik Muhammad Sarip dan Ketua Unit Pembangunan Berkelanjutan Pusat Studi Borneo UMKT Ns. Nur Fithriyanti Imamah, PhD.

Sesi ini dimoderatori oleh Ketua Program Studi Teknik Geologi UMKT sekaligus Ketua Unit Kajian Kebumian dan Konservasi Lingkungan Pusat Studi Borneo UMKT Ir Fajar Alam, ST, MLing.

Sarip menguraikan perjalanan panjang industrialisasi di Kalimantan Timur selama satu setengah abad, dimulai masa kolonial Hindia Belanda hingga era kontemporer.

Penulis buku Histori Kutai ini menyoroti bagaimana kekayaan sumber daya alam, khususnya batu bara, minyak, dan hasil hutan, telah menjadi motor penggerak ekonomi sekaligus sumber problem sosial-lingkungan di wilayah ini.

“Sejak abad ke-19, masuknya perusahaan asing dan kebijakan kolonial menanamkan pola eksploitasi sumber daya yang berlanjut hingga pasca-Kemerdekaan Indonesia. Pertumbuhan industri ekstraktif menciptakan modernisasi di kota-kota seperti Samarinda, Balikpapan, dan Bontang, tetapi juga meninggalkan warisan ketimpangan, kerusakan lingkungan, dan kerentanan sosial,” papar Sarip.

Dalam presentasinya, Sarip tidak hanya merekam dinamika ekonomi dan politik, tetapi juga menempatkan industri sebagai faktor yang membentuk struktur masyarakat Kalimantan Timur.

Menurut Sarip, pembangunan industri di Kaltim selalu berada di persimpangan antara kepentingan modal, negara, dan masyarakat, sehingga keberlanjutan daerah ini di masa depan sangat ditentukan oleh bagaimana mengelola warisan 150 tahun industrialisasi tersebut.

Presentasi kedua dari Imamah mengemukakan strategi adaptasi dan mitigasi krisis lingkungan.

“Cuaca ekstrem, banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan kenaikan suhu yang berdampak pada pangan, air, kesehatan, dan ekosistem merupakan penanda perubahan iklim. Strategi dan mitigasinya melalui agroforestri, rehabilitasi lahan, konservasi vegetasi, pencegahan karhutla, teknologi lingkungan digital, Kampung Iklim, dan pembentukan Dewan Daerah Perubahan Iklim,” papar dosen Ilmu Keperawatan UMKT tersebut.

Sesi kedua workshop menghadirkan Kepala Desa Loa Duri Ulu Muhammad Arsyad dan Ketua Unit Kajian Kesehatan Lingkungan Pusat Studi Borneo UMKT Dr Vita Pramaningsih, ST, MEng.

Moderator sesi ini Dr. Lia Kurniasari, Sekretaris Unit Kajian Kesehatan Masyarakat dan Industri Pusat Studi Borneo UMKT.

Assyad mengungkapkan, Desa Loa Duri Ulu telah melaksanakan berbagai aksi mitigasi perubahan iklim yang mencakup bidang lingkungan, pertanian, sosial, dan ekonomi, sekaligus merencanakan langkah-langkah adaptasi ke depan.

“Ke depan, desa menyiapkan mitigasi bencana dengan penetapan muster point di kantor desa, pembuatan jalur evakuasi dan plang rawan bencana, serta pemasangan sirine peringatan dini, sehingga terbangun sistem ketahanan desa yang lebih berkelanjutan,” papar Arsyad.

Presentasi terakhir oleh Vita menekankan bahwa pencemaran udara, air, dan tanah yang bersumber dari transportasi, industri, hingga limbah rumah tangga makin diperparah oleh perubahan iklim global melalui pemanasan bumi, perubahan pola curah hujan, kebakaran hutan, dan kenaikan suhu ekstrem.

“Solusi yang ditawarkan meliputi mitigasi pencemaran (pengendalian emisi, pengelolaan limbah, energi terbarukan), mitigasi iklim (reforestasi, efisiensi energi, pengurangan emisi karbon), serta adaptasi kesehatan melalui sistem peringatan dini, penguatan layanan primer, edukasi masyarakat, dan pembangunan kota berketahanan iklim,” papar dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UMKT tersebut.

Forum lokakarya bagian dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat(LPPM) UKMT ini dibuka dengan sambutan Ketua Pusat Studi Borneo UMKT Binyamin, MT dan Wakil Rektor 3 UMKT Ghozali, PhD.  (AR)


Berita & Info lainnya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar