Kementerian
Penerangan RI tahun 1953 mengungkap, di Muara Kaman ditemukan tiang batu bekas
pemujaan. Penduduk setempat menamainya Lesong Batu.
Benda ini dikeramatkan masyarakat tertentu sebagai sarana berhajat dan menjadi tempat ritual serta religius bagi pemeluk Hindu kontemporer.
Menurut
riset arkeolog, sebenarnya lesong batu ini adalah benda yang disebutkan dalam
prasasti yupa sebagai "yupa" itu sendiri.
Dalam
hal ini, dibedakan antara yupa dan prasasti yupa. Istilah yupa merujuk pada
tugu monumen tanpa tulisan (niraksara) yang didirikan oleh Brahmana, sedangkan prasasti
yupa merupakan tiang batu bertulis.
Yupa atau
lesong batu ukurannya lebih tinggi daripada tujuh prasasti yupa. Dengan panjang
2,51 meter, berarti yupa lebih tinggi 99 cm daripada prasasti yupa yang
tertinggi (1,52 meter).
Lesong
Batu telah mengalami relokasi atau perpindahan letak berkali-kali. Kini,
posisinya direbahkan dalam kawasan situs cagar budaya di Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Lesung batu di Pulau Panggung, Kab Lahat, Sumatra Selatan, terdapat rongga untuk menumbuk. Sumber: Balai Arkeologi Sumatra Selatan |
Sementara itu, nama Lesong Batu sebenarnya kurang tepat. Kemiripan dengan lesung hanya pada bentuknya yang memanjang. Tetapi, tidak terdapat rongga untuk menumbuk padi.
Penamaan Lesong hanya penyebutan secara insidental. Orang-orang berasosiasi itu lesung karena menyaksikannya dari perspektif batu berposisi horizontal. Selain itu, hingga puluhan tahun sejak ditemukan, belum dilakukan penelitian khusus terhadap benda tersebut.
Sekarang, kita telah mengetahui bahwa benda itu adalah yupa. Jika ingin terekspos beda dengan prasasti yupa, maka bisa saja disebut yupa niraksara.
Penulis: Muhammad Sarip
Artikel terkait:
- Ketika Nama Kundungga, Raja Pertama Kutai Martapura,'Dikudeta' oleh Kudungga
- Salah Paham Lembu Suwana, Satwa Mitologis Kutai yang Dikira Milik Mulawarman
- Menyingkap Asal Usul Martapura dan Martadipura di Kerajaan KutaiKertanegara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar