Sekitar tahun 1963 Kampus Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda kedatangan Pangdam IX Mulawarman, Kolonel Soehario Padmodiwirio. Sebuah foto lawas yang dimuat dalam buku Kalimantan Timur Apa Siapa dan Bagaimana terbitan 2004 mendokumentasikan perwira militer yang biasa disapa Hario Kecik tersebut berpidato dengan latar atribut lambang Unmul.
Tampilkan postingan dengan label Tokoh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tokoh. Tampilkan semua postingan
Jumat, 08 Agustus 2025
Selasa, 24 Januari 2023
Pemkot Samarinda Anugerahi Sejarawan Muhammad Sarip Piagam Tokoh Kominfo
Samarinda, SejarahKaltim.com
Pemerintah Kota Samarinda menganugerahkan Piagam Penghargaan Tokoh Komunikasi dan Informasi kepada sejarawan Muhammad Sarip, Selasa (24/1/2023). Piagam diserahkan langsung oleh Wali Kota Samarinda Dr. Andi Harun dalam Sidang Paripurna DPRD Samarinda dalam rangka HUT ke-63 Pemkot Samarinda.
Seremoni serah terima piagam itu dihadiri Wakil Wali Kota Dr. Rusmadi Wongso, Ketua DPRD Sugiyono beserta seluruh anggota DPRD, dan jajaran pimpinan OPD di lingkungan Pemkot. Acara dilaksanakan di ruang rapat gedung DPRD Samarinda, Jalan Basuki Rahmat.
Rabu, 26 Juni 2019
Seminar Nasional Nilai Abdoel Moeis Hassan Layak Jadi Pahlawan Nasional
SejarahKaltim.com
Sejarawan nasional dari Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta, Dr. Agus Suwignyo, M.A. menilai Abdoel Moeis Hassan layak
diusulkan sebagai Pahlawan Nasional. Dosen Ilmu Sejarah itu menyatakannya dalam
Seminar Nasional Kepahlawanan Abdoel Moeis Hassan di Aula Bank Kaltimtara
Samarinda (25/06/2019).
Rabu, 19 Juni 2019
2 Moeis yang Berbeda
Sampai
hari ini, masih ada warga Kaltim khususnya Samarinda yang tak tahu ada Moeis
selain nama rumah sakit di Samarinda Seberang.
Dicalonkan Gubernur, Malah Ajukan Calon Lain
Teladan Moeis Hassan
dalam Sejarah Politik Kaltim
Bukannya
langsung bersedia, ia malah mengajukan kandidat lain. Itu dilakukan Abdoel
Moeis Hassan ketika para anggota DPRD Kaltim tahun 1962 hendak mengusung
dirinya sebagai calon gubernur pengganti A.P.T. Pranoto.
Senin, 20 Mei 2019
Begini Hubungan Awang Faroek dan Moeis Hassan
Abdoel Moeis Hassan dan Awang
Faroek Ishak sama-sama pernah menjadi Gubernur Kalimantan Timur. Tetapi, mereka
berbeda periode. Moeis Hassan menjabat pada masa Demokrasi Terpimpin yakni 1962–1966.
Adapun Awang Faroek menjabat 42 tahun setelah Moeis berhenti sebagai gubernur,
yakni pada 2008–2018.
Jumat, 09 November 2018
Kronologi Riwayat Perjuangan Abdoel Moeis Hassan
1924: Lahir di
Samarinda (2 Juni), dari ayah-ibu etnis Banjar kelahiran Samarinda.
1940: Dalam usia
enam belas tahun mendirikan sekaligus mengetuai Roekoen Pemoeda Indonesia
(Roepindo) sebagai organisasi kepemudaan di Samarinda yang menghimpun dan
membangkitkan semangat kaum muda serta menanamkan kesadaran berbangsa,
berbahasa, dan bertanah air Indonesia.
Jumat, 21 September 2018
Abdoel Moeis Hassan Pejuang Republiken dan Pelopor Pembaharuan di Kalimantan Timur Sebuah Biografi
![]() |
Kamis, 09 Agustus 2018
Abdoel Moeis Hassan Pejuang Republiken
Abdoel Moeis Hassan (1924–2005) adalah
seorang tokoh pemimpin perjuangan diplomasi politik untuk kemerdekaan Republik
Indonesia di wilayah Kalimantan Timur pada 1946–1949. Abdoel Moeis Hassan lahir
di Samarinda. Ia menempuh pendidikan di Meisje
School yang didirikan Aminah
Sjoekoer di Samarinda, kemudian Hollandsch Inlandshe School (HIS)
di Sungai Pinang, dan MULO di Banjarmasin.
Sejak remaja ia mengikuti aktivitas
pergerakan kebangsaan di Samarinda dan belajar masalah politik kepada A.M.
Sangadji. Tahun 1940 ia mendirikan Roekoen Pemoeda Indonesia (Roepindo) dan
menjadi ketuanya. Tahun 1942 bersama A.M. Sangadji ia mendirikan lembaga
pendidikan bernama Balai Pengajaran dan Pendidikan Rakyat.
Minggu, 03 Juni 2018
Moeis Hassan Diusulkan Gelar Pahlawan Nasional dari Kaltim
Dalam waktu dekat, Abdoel Moeis Hassan akan segera diusulkan ke pemerintah untuk diberi gelar Pahlawan Nasional. Usulan ini akan dirumuskan Lembaga Studi Sejarah Lokal Komunitas Samarinda Bahari (Lasaloka-KSB) setelah mendapat dukungan dari Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Kalimantan Timur, Drs. H. Mohammad Asli Amin.
Dukungan sesepuh Kaltim berusia 77 tahun itu disampaikannya dalam Seminar dan Bedah Buku Moeis Hassan dalam Sejarah Perjuangan dan Revolusi di Kalimantan Timur, di Samarinda, 2 Juni 2018. Acara di Gedung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Kaltim itu juga menghadirkan penulis buku sejarah lokal, Muhammad Sarip, dan Kepala Bidang Sejarah Dinas Kebudayaan Kota Samarinda, Drs. Slamet Diyono, M.Pd., serta Kepala Bidang Aplikasi dan Layanan E-Government Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Samarinda, Suparmin.
Sabtu, 06 Mei 2017
Djumri Obeng, Sastrawan Asal Loa Kulu
Latar Keluarga
Djumri Obeng adalah pria kelahiran Loa Kulu, Samarinda, Kalimantan Timur, pada 09 Desember 1945. Pak Iim, keponakan Djumri Obeng, menuturkan kepada penulis perihal paman beliau. Djumri Obeng dikabarkan adalah anak bungsu. Kakak-kakak beliau yakni Runi, Syukur, Mastur, Hayatun, Amat. Ayah Djumri Obeng, populer dengan sebutan "Juragan Obeng".
Juragan Obeng adalah juru mudi kapal milik Oost Borneo Maatschappij (OBM) yang bernama "Marite". OBM adalah perusahaan batu bara pemerintah Hindia Belanda, yang pada kisaran tahun 1888-1970 melakukan kegiatan penambangan dengan sistem terowongan di Loa Kulu. Banyak jejak peninggalan OBM yang masih terserak di Loa Kulu. Satu yang mudah ditemukan dan dikenali adalah komplek bangunan Magazijn yang ada dekat Perusahaan Daerah Air Minum Loa Kulu, di pinggir jalan lintas Tenggarong-Jembayan.
Selasa, 19 Januari 2016
Biografi Singkat Atje Voorstad alias Aminah Sjoekoer
Ibu Aminah Syukur, yang terlahir dengan nama Atje Voorstad pada hari ini 115 tahun yang lalu, adalah seorang tokoh pendidikan Kota Samarinda.
Terima kasih atas jasa dan dedikasi Ibu Aminah Syukur dalam mengembangkan pendidikan awal di Kota Samarinda.
Sepanjang hidup Ibu Aminah di Samarinda, beliau aktif mengajar baik di sekolah formal seperti SD Negeri Sungai Pinang (sekarang SDN di Jl. Imam Bonjol), SD Permandian (sekarang SD Negeri berlokasi dekat kantor pusat PDAM), Sekolah Kepandaian Puteri (SKP), dan sebagai seorang guru privat. Selain mendatangi murid-murid dari rumah ke rumah, beliau juga menerima murid-murid untuk belajar di rumahnya di seputaran Jl. Diponegoro Samarinda.
Di antara murid beliau adalah
Ibu. Hj. Lasiah Sabirin, aktivis organisasi Aisyiah dan perintis Badan Kerjasama Organisasi Wanita kota Samarinda dan Ibu Hj. Jumantan Hasyim, seorang tokoh aktivis wanita di kota Samarinda yang pada jamannya dikenal sebagai orator ulung dan isteri dari mantan Walikota Samarinda Bp. Anang Hasyim. Ibu Hj. Lasiah belajar bahasa Belanda dengan Ibu Aminah, sedangkan Ibu Hj. Jumantan adalah murid Ibu Aminah di Meisje School (Sekolah Kepandaian Puteri).
Ibu Aminah berperawakan tinggi semampai dengan postur tubuh yang tegap. Berhidung mancung, berkulit putih, dan rambut yang gelombang. Kesehariannya beliau sering ber-‘tapih kurung’, berkebaya dengan pilihan warna lembut dan seringnya warna putih menjadi kesukaan beliau. Rambut beliau yang panjang dikuncir dan kunciran ini kemudian digelung. Beliau memakai tas wanita berwarna hitam yang seringnya beliau kepit di lengan.
Beliau selalu tampak sehat. Meskipun di Samarinda sudah ada becak sebagai transportasi umum, beliau tetap memilih berjalan kaki dari satu rumah ke rumah lain untuk mengajar privat bagi anak-anak murid beliau.
Dalam ingatan Hj. Lasiah Sabirin yang pernah diajar oleh Ibu Aminah, beliau sebagai seorang guru adalah guru dengan pribadi yang sangat lembut keibuan. Dalam ingatan ibu saya, beliau adalah pribadi yang ramah dalam bergaul karena senang menyapa. Dalam ingatan anak-anak Hariati—mereka menyebut Aminah ‘Nenek Belanda’—beliau disiplin dan tegas. "Kami rancak takutan mun Nenek Belanda datang, takut dihukum".
Sebelum Aminah meninggalkan Samarinda, beliau berpamitan dengan seluruh kenalan beliau di Samarinda.
Beliau wafat pada tanggal 3 Maret 1968 pada usia 67 tahun. Dua tahun setelah beliau dikebumikan di Jakarta, putera beliau kemudian memindahkan makam Ibu Aminah ke Samarinda. Walikota Kadrie Oening mendengar bahwa jasad Ibu Aminah sedang dalam perjalanan ke Samarinda, beliau yang rupanya pernah menjadi murid Ibu Aminah, mengupayakan agar Ibu Aminah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Samarinda. Jasad Ibu Aminah pun kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional di Samarinda dengan upacara layaknya seorang pahlawan, bertepatan dengan upacara peringatan hari Kartini tanggal 21 April.
Penulis: Ellie Hasan
Penulis: Ellie Hasan
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Kementerian Penerangan RI tahun 1953 mengungkap, di Muara Kaman ditemukan tiang batu bekas pemujaan. Penduduk setempat menamainya Lesong...
-
Tanggal 24 Februari 2019, tepat 170 tahun silam naskah “Salasilah Raja dalam Negeri Kutai Kertanegara” selesai ditulis. Manuskrip beraks...
-
Samarinda, SejarahKaltim.com Sebanyak 55 orang lolos seleksi sebagai peserta Lokakarya Penulisan Karya Tulis Sejarah & Adat Tradisi. K...