Minggu, 03 Juni 2018

Moeis Hassan Diusulkan Gelar Pahlawan Nasional dari Kaltim

Dalam waktu dekat, Abdoel Moeis Hassan akan segera diusulkan ke pemerintah untuk diberi gelar Pahlawan Nasional. Usulan ini akan dirumuskan Lembaga Studi Sejarah Lokal Komunitas Samarinda Bahari (Lasaloka-KSB) setelah mendapat dukungan dari Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Kalimantan Timur, Drs. H. Mohammad Asli Amin.

Dukungan sesepuh Kaltim berusia 77 tahun itu disampaikannya dalam Seminar dan Bedah Buku Moeis Hassan dalam Sejarah Perjuangan dan Revolusi di Kalimantan Timur, di Samarinda, 2 Juni 2018. Acara di Gedung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Kaltim itu juga menghadirkan penulis buku sejarah lokal, Muhammad Sarip, dan Kepala Bidang Sejarah Dinas Kebudayaan Kota Samarinda, Drs. Slamet Diyono, M.Pd., serta Kepala Bidang Aplikasi dan Layanan E-Government Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Samarinda, Suparmin.
Slamet Diyono menyatakan, peluang Kaltim memiliki Pahlawan Nasional terbuka lebar. Menurut pria yang juga Dosen Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Mulawarman tersebut, Moeis Hassan layak diajukan sebagai Pahlawan Nasional karena perjuangannya berskala nasional. Slamet mempelajari secara intensif isi buku Moeis Hassan dalam Sejarah Perjuangan dan Revolusi di Kalimantan Timur dan menungkapkan hasil bedahannya di forum yang dihadiri para guru sejarah, akademisi, mahasiswa, budayawan, dan masyarakat peminat sejarah ini.
Bahkan, Slamet mengutarakan kesiapan Dinas Kebudayaan Kota Samarinda untuk memberikan rekomendasi dalam proses pengusulan gelar Pahlawan Nasional ini. Sementara itu, Suparmin sebagai pejabat yang intens dalam pembentukan jati diri kota dan pengungkapan kearifan lokal, menyatakan bahwa Moeis Hassan ini bisa sebagai brand (simbol) tokoh lokal yang berjasa bagi Kota Samarinda.
Sesuai tajuk buku yang dibedah dalam seminar ini, Moeis Hassan yang bernama depan “Abdoel” merupakan tokoh sentral dalam riwayat perjuangan dan revolusi di Kaltim periode 1940–1966. Moeis Hassan bukanlah nama sebuah rumah sakit di Samarinda Seberang. Abdoel Moeis Hassan berbeda dengan Inche Abdoel (I.A.) Moeis. Keturunan Moeis Hassan tidak ada yang berkiprah di bidang politik.
Buku ini menguraikan siapa dan bagaimana sebenarnya kiprah Moeis Hassan dalam sejarah perjuangan dan revolusi di Kalimantan Timur sejak zaman kolonial, era okupasi Jepang, masa Revolusi Kemerdekaan, hingga status negara dalam keadaan bahaya ketika Revolusi Nasional.

Popularitas Moeis Hassan seolah redup dan terlupakan. Padahal, ia memiliki jasa dan pengabdian yang strategis serta signifikan dalam perjuangan kemerdekaan dan integrasi wilayah Kaltim ke NKRI. Putra Samarinda ini adalah pionir dan pejuang Republiken, jauh sebelum ia menjabat Gubernur Kalimantan Timur periode 1962–1966.
Moeis Hassan melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya. Sejak kecil ia mempunyai bibit nasionalisme yang ditanamkan ayahnya dan hasil pergaulan lingkungan sekitarnya. Masa remajanya digunakan untuk mengurus organisasi kepemudaan yang didirikannya, yakni Roekoen Pemoeda Indonesia (Roepindo), dua tahun sebelum Jepang menaklukkan Hindia Belanda.
Moeis Hassan adalah tokoh pemuda dalam pergerakan kebangsaan pada masa kolonial Belanda dan Jepang serta pejuang kemerdekaan Samarinda dan Kalimantan Timur pada masa revolusi fisik 1945–1950. Lelaki kelahiran 2 Juni 1924 ini memimpin dan melakukan perjuangan politik untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Ia pendiri partai lokal INI cabang Samarinda dan ketua koalisi organisasi Front Nasional yang konsisten menentang kolonialisme Belanda. Skala perjuangan Moeis Hassan dalam organisasi politik tersebut mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

Moeis Hassan
 tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan. Hal ini teruji dengan tawaran menjadi delegasi Federasi Kaltim dalam Bandung Federale Conferentie (BFC) bentukan Van Mook yang ditolaknya secara tegas. Ia memilih jalan nonkooperatif atau tidak mau bekerja sama dengan Belanda dan pengikutnya. Dari hal ini, Moeis Hassan terlihat memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi.
Tokoh yang wafat dalam usia 81 tahun ini juga berperan menyelamatkan warisan sejarah Kutai ketika tahun 1964 mencegah upaya pembakaran Keraton Kutai oleh massa yang diperintahkan Pangdam IX Mulawarman kala itu. Moeis Hassan juga menggerakkan rakyat Kaltim dalam Kongres Rakyat Kaltim 1954 untuk menuntut pemerintah pusat supaya membentuk Provinsi Kaltim demi peningkatan pembangunan daerah.
Penulisan sejarah ini sendiri bukanlah rekayasa, melebih-lebihkan, kultus individu, tulisan bayaran, atau juga misi politik praktis. Penulis menjaga objektivitas dan independensinya dengan sama sekali tidak menghubungi pihak keluarga Moeis Hassan. Metode heuristik yang ditempuh dalam riset tentang Moeis Hassan ini memfokuskan pada kajian pustaka.
Dalam seminar yang dimoderatori oleh Nabila Nandini, seorang jurnalis KALTIM TV ini, para peserta antusias menyampaikan pendapat dan pandangannya. Budayawan Kutai, Chai Siswandi, mengkritik ujaran yang menyebut bahwa tokoh Kaltim bisa mendapat gelar Pahlawan Nasional dengan belas kasihan dari pemerintah pusat. Siswandi mengharapkan, Pahlawan Nasional dari Kaltim memang murni karena jasa perjuangannya, sehingga bukan "Pahlawan belas kasihan".
Sementara itu, Aksan Al-Biwawi, dosen Pendidikan Sejarah FKIP Unmul melontarkan wacana tentang polemik dalam kriteria Pahlawan Nasional. Ia mencontohkan nama-nama yang kontroversial yang gagal menjadi Pahlawan Nasional, sebaliknya ada juga "kecelakaan sejarah" ketika yang tidak layak malah menjadi Pahlawan Nasional.


Penulis: Arief Rahman

Artikel Terkait:
Seminar dan Bedah Buku Moeis Hassan Pejuang Kaltim
Tragedi 1950 di Lapangan Kinibalu
Sejarah Peringatan Hari Pahlawan Perdana di Samarinda

Artikel Lainnya:
Moeis Hassan Calon Pahlawan Nasional dari KaltimPeluncuran dan Diskusi Buku Sejarah Tujuh Abad Kerajaan Kutai Kertanegara
Pua Ado, Kepala Polisi Banjar, dan Pangeran Bendahara di Samarinda Tempo Dulu
Ini Sebabnya Kita Pakai Nama Kalimantan, Bukan Borneo
Menyingkap Fakta Makam Tua di Samarinda

Lihat semua artikel klik SejarahKaltim.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar