Abdoel Moeis Hassan (1924–2005) adalah
seorang tokoh pemimpin perjuangan diplomasi politik untuk kemerdekaan Republik
Indonesia di wilayah Kalimantan Timur pada 1946–1949. Abdoel Moeis Hassan lahir
di Samarinda. Ia menempuh pendidikan di Meisje
School yang didirikan Aminah
Sjoekoer di Samarinda, kemudian Hollandsch Inlandshe School (HIS)
di Sungai Pinang, dan MULO di Banjarmasin.
Sejak remaja ia mengikuti aktivitas
pergerakan kebangsaan di Samarinda dan belajar masalah politik kepada A.M.
Sangadji. Tahun 1940 ia mendirikan Roekoen Pemoeda Indonesia (Roepindo) dan
menjadi ketuanya. Tahun 1942 bersama A.M. Sangadji ia mendirikan lembaga
pendidikan bernama Balai Pengajaran dan Pendidikan Rakyat.
Tahun 1945 ia bergabung dalam Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan Republik Indonesia (P3KRI) untuk mewujudkan Proklamasi Negara Indonesia di Samarinda. Tahun 1946 ia mendirikan Ikatan Nasional Indonesia (INI) Cabang Samarinda yang bertujuan menentang pendudukan Belanda di Samarinda. Tahun 1947 ia menjadi ketua Front Nasional sebagai koalisi organisasi yang mendukung perjuangan RI dan menentang federasi serta negara boneka yang dibentuk Belanda. Gedung Nasional di Stamboel Straat (kini Jalan Panglima Batur) merupakan markas perjuangan kaum Republiken yang dipimpinnya.
Akhir 1949 bersama Front Nasional menuntut
kepada pemerintah lokal untuk keluar dari Republik Indonesia Serikat (RIS) dan
bergabung kepada RI-Yogya. Tuntutan tercapai dengan berintegrasinya Keresidenan
Kalimantan Timur ke wilayah RI pada 10 April 1950.
Tahun 1954 ia mengadakan Kongres Rakyat Kaltim
untuk menuntut pembentukan Provinsi Kalimantan Timur supaya pembangunan dapat meningkat.
Tahun 1956 tuntutan dipenuhi dan 9 Januari 1957 Kaltim resmi berdiri sebagai
provinsi. Tahun 1960 ia menjadi Ketua Komisi Gabungan di DPR Gotong Royong yang bertugas menyelesaikan
RUU Pokok Pemerintahan Daerah dan RUU Pokok Agraria.
Tahun 1962 ia menjadi Gubernur Kalimantan
Timur. Pendirian Universitas Mulawarman dan peningkatan kualitas SDM putra daerah merupakan karya yang dihasilkannya. Tahun 1964 ia mencegah usaha pembakaran keraton Kutai oleh massa dan
tentara suruhan Panglima Kodam IX Mulawarman. Tahun 1966 ia berhenti sebagai
Gubernur dan menjadi pegawai di Departemen Dalam Negeri di Jakarta. Tahun 1968
hingga 1970 ia kembali menjadi anggota DPR RI mewakili PNI.
Tahun 1976 ia pensiun dari PNS dan
berkiprah di bidang sosial kemasyarakatan serta menulis artikel dan buku. Tahun
2018 sebuah kelompok pemerhati sejarah yang independen mengajukan usulan calon
Pahlawan Nasional Abdoel Moeis Hassan kepada Walikota Samarinda.
Penulis: Muhammad Sarip
Tidak ada komentar:
Posting Komentar