SejarahKaltim.com |
Dua tanah lapang bersejarah di pusat Kota Samarinda berubah fungsi
dalam beberapa tahun terakhir. Lokasi pertama merupakan tempat pidato Presiden
Sukarno dan Presiden Soeharto yang dikenal sebagai Lapangan Pemuda. Kini, tanah
lapang di Jalan Bhayangkara ini menjadi Taman Samarendah.
Lokasi kedua merupakan tempat Sultan Kutai Aji Muhammad Parikesit
memproklamasikan persetujuan bergabung ke NKRI dan pidato Ketua Front Nasional
Abdoel Moeis Hassan tentang keharusan demokratisasi serta penghapusan
feodalisme di Kaltim. Pidato dua tokoh ini terjadi pada hari yang sama, 24
Januari 1950, di tanah lapang yang kemudian disebut Lapangan Kinibalu. Pada
2018, lapangan ini sudah tinggal kenangan karena bangunan bakal masjid milik Pemerintah
Provinsi Kaltim sudah dikerjakan.
Penggusuran lapangan tersebut, terutama Kinibalu, menimbulkan
polemik dan menjadi masalah yang berlarut-larut. Kelompok warga yang menolak
mengajukan beberapa alasan, satu di antaranya adalah status lapangan sebagai
cagar budaya. Namun, Pemprov tidak menganggapnya sebaga cagar budaya.
Dalam hal ini, Lapangan Kinibalu memang belum disahkan sebagai
cagar budaya oleh instansi yang berwenang. Statusnya sebagai cagar budaya baru
dalam tahap didaftarkan. Adapun proses verifikasi dan pengesahannya belum bisa
dilakukan karena ketiadaan Tim Ahli Cagar Budaya Kota Samarinda.
Fakta kemudian terungkap bahwa beberapa bangunan atau situs di
Samarinda yang memiliki plang cagar budaya ternyata bukan cagar budaya yang sah
secara regulasi. Misalnya, rumah tua di Samarinda Seberang. Demikian pula,
banyak situs bersejarah yang sudah didaftarkan sebagai cagar budaya tapi tak
kunjung disahkan. Sebut saja Tugu Kebangunan Nasional 1948 di Jalan Panglima
Batur yang merupakan penanda perjuangan kemerdekaan rakyat Samarinda.
Menyadari urgensi masalah ini, Dinas Kebudayaan Kota Samarinda
segera membentuk Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Anggota tim ini direkrut dari
pakar sosiologi, antropologi, geologi, pemerhati sejarah, dan birokrat. Hal ini
disampaikan Kepala Bidang Sejarah dan Tradisi Disbud, Drs. Slamet Diyono,
M.Pd., dalam rapat koordinasi Disbud dengan para camat se-Samarinda, perwakilan
MGMP IPS SMP, MGMP Sejarah SMA, dan pemerhati sejarah lokal, Kamis (13/9) di
Kantor Disbud Kota, Jl. Biola Samarinda. Rapat dibuka oleh Kepala Disbud Kota,
Drs. Abdul Aziz, M.M.
Lembaga Studi Sejarah Lokal Komunitas Samarinda Bahari
(Lasaloka-KSB) mendapat tawaran untuk dua pengurusnya, yakni Muhammad Sarip dan
Fajar Alam, untuk menjadi anggota Tim Ahli Cagar Budaya. Namun, hanya Pak Fajar
Alam yang menyatakan kesediannya. Saat dikonfirmasi, Muhammad Sarip menyatakan merasa
sudah terwakili dengan adanya Fajar Alam yang lebih berkompeten dalam rencana
tim ahli tersebut.
Selanjutnya, Disbud akan mengurus sertifikasi
dari pusat untuk para calon TACB. Jika TACB nantinya resmi terbentuk,
diharapkan Samarinda akan mempunyai banyak cagar budaya yang terverifikasi. Benda,
bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya akan lebih terjamin
pelestariannya. Sementara itu, kasus pelenyapan cagar budaya pun lebih bisa
dicegah karena memiliki kepastian hukum.
Pada rapat itu pula, para camat menyampaikan laporannya mengenai inventarisasi terduga cagar budaya beruapa benda, bangunan, seni, budaya, dan tradisi di lingkungan masing-masing. Beberapa usulan dan masukan yang disampaikan camat dan guru ditampung oleh Disbud.
Pada rapat itu pula, para camat menyampaikan laporannya mengenai inventarisasi terduga cagar budaya beruapa benda, bangunan, seni, budaya, dan tradisi di lingkungan masing-masing. Beberapa usulan dan masukan yang disampaikan camat dan guru ditampung oleh Disbud.
Penulis: Arief Rahman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar