Kamis, 13 September 2018

Cegah Lenyapnya Cagar Budaya, Disbud Bentuk Tim Ahli


SejarahKaltim.com   |
Dua tanah lapang bersejarah di pusat Kota Samarinda berubah fungsi dalam beberapa tahun terakhir. Lokasi pertama merupakan tempat pidato Presiden Sukarno dan Presiden Soeharto yang dikenal sebagai Lapangan Pemuda. Kini, tanah lapang di Jalan Bhayangkara ini menjadi Taman Samarendah.

Lokasi kedua merupakan tempat Sultan Kutai Aji Muhammad Parikesit memproklamasikan persetujuan bergabung ke NKRI dan pidato Ketua Front Nasional Abdoel Moeis Hassan tentang keharusan demokratisasi serta penghapusan feodalisme di Kaltim. Pidato dua tokoh ini terjadi pada hari yang sama, 24 Januari 1950, di tanah lapang yang kemudian disebut Lapangan Kinibalu. Pada 2018, lapangan ini sudah tinggal kenangan karena bangunan bakal masjid milik Pemerintah Provinsi Kaltim sudah dikerjakan.


Penggusuran lapangan tersebut, terutama Kinibalu, menimbulkan polemik dan menjadi masalah yang berlarut-larut. Kelompok warga yang menolak mengajukan beberapa alasan, satu di antaranya adalah status lapangan sebagai cagar budaya. Namun, Pemprov tidak menganggapnya sebaga cagar budaya.

Dalam hal ini, Lapangan Kinibalu memang belum disahkan sebagai cagar budaya oleh instansi yang berwenang. Statusnya sebagai cagar budaya baru dalam tahap didaftarkan. Adapun proses verifikasi dan pengesahannya belum bisa dilakukan karena ketiadaan Tim Ahli Cagar Budaya Kota Samarinda.

Fakta kemudian terungkap bahwa beberapa bangunan atau situs di Samarinda yang memiliki plang cagar budaya ternyata bukan cagar budaya yang sah secara regulasi. Misalnya, rumah tua di Samarinda Seberang. Demikian pula, banyak situs bersejarah yang sudah didaftarkan sebagai cagar budaya tapi tak kunjung disahkan. Sebut saja Tugu Kebangunan Nasional 1948 di Jalan Panglima Batur yang merupakan penanda perjuangan kemerdekaan rakyat Samarinda.

Menyadari urgensi masalah ini, Dinas Kebudayaan Kota Samarinda segera membentuk Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Anggota tim ini direkrut dari pakar sosiologi, antropologi, geologi, pemerhati sejarah, dan birokrat. Hal ini disampaikan Kepala Bidang Sejarah dan Tradisi Disbud, Drs. Slamet Diyono, M.Pd., dalam rapat koordinasi Disbud dengan para camat se-Samarinda, perwakilan MGMP IPS SMP, MGMP Sejarah SMA, dan pemerhati sejarah lokal, Kamis (13/9) di Kantor Disbud Kota, Jl. Biola Samarinda. Rapat dibuka oleh Kepala Disbud Kota, Drs. Abdul Aziz, M.M.

Lembaga Studi Sejarah Lokal Komunitas Samarinda Bahari (Lasaloka-KSB) mendapat tawaran untuk dua pengurusnya, yakni Muhammad Sarip dan Fajar Alam, untuk menjadi anggota Tim Ahli Cagar Budaya. Namun, hanya Pak Fajar Alam yang menyatakan kesediannya. Saat dikonfirmasi, Muhammad Sarip menyatakan merasa sudah terwakili dengan adanya Fajar Alam yang lebih berkompeten dalam rencana tim ahli tersebut.

Selanjutnya, Disbud akan mengurus sertifikasi dari pusat untuk para calon TACB. Jika TACB nantinya resmi terbentuk, diharapkan Samarinda akan mempunyai banyak cagar budaya yang terverifikasi. Benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya akan lebih terjamin pelestariannya. Sementara itu, kasus pelenyapan cagar budaya pun lebih bisa dicegah karena memiliki kepastian hukum.

Pada rapat itu pula, para camat menyampaikan laporannya mengenai inventarisasi terduga cagar budaya beruapa benda, bangunan, seni, budaya, dan tradisi di lingkungan masing-masing. Beberapa usulan dan masukan yang disampaikan camat dan guru ditampung oleh Disbud.

Penulis: Arief Rahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar