Minggu, 23 Juli 2017

Misteri Tanah Hitam Bercangkang Kerang di Kutai Lama, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur

Prolog
Kutai Lama adalah wilayah yang secara administratif adalah nama desa yang berada di kecamatan Anggana, kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Sekian abad silam, di kisaran abad ke-13, satu kerajaan muncul di wilayah Kutai Lama yang kemudian lambat laun disebut sebagai kerajaan Kutai Kartanegara.

Kerajaan Kutai Kartanegara ini, berbeda dengan kerajaan yang telah muncul nyaris sepuluh abad sebelumnya di Muara Kaman, Kalimantan Timur, yang terkenal dengan temuan prasasti Yupa-nya dan menjadi penanda mula-aksara peradaban di Indonesia. Kerajaan di Muara Kaman tersebut, disebut dengan ragam julukan, seperti Kerajaan Kutai Mulawarman atau Kutai Martapura atau Kutai Muara Kaman.

Kerajaan Kutai Kartanegara yang tumbuh di kisaran abad ke-13 di Kutai Lama, dalam perkembangannya mengalami perpindahan pusat kerajaan beberapa kali, yakni bermula di Kutai Lama, berpindah ke daerah Pemarangan, Jembayan (18 km barat daya Tenggarong) hingga akhirnya pindah lagi ke Tepian Pandan yang kini dikenal sebagai wilayah Tenggarong (ibukota kabupaten Kutai Kartanegara).
Ragam tinggalan artefak maupun lokasi bersejarah banyak terdapat di Kutai Lama, yang mengalami petaka arkeologi di kisaran tahun 1990-an dengan banyaknya kegiatan penggalian liar dan penjarahan benda-benda tinggalan sejarah yang ada.
Kini, wilayah Kutai Lama berusaha bangkit dengan sektor pariwisata tematik wisata religi dengan keberadaan makam ulama kerajaan maupun makam raja yang terdapat di kawasan ini.
Pengembangan pariwisata kreatif, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah kawasan sebagai bagian dari strategi kemandirian sektor nonmigas dengan penguatan sektor pertanian dan pariwisata.
Geologi Regional dan Kawasan
Kawasan Kutai Lama, utamanya yang diyakini pernah menjadi pusat kerajaan Kutai Kartanegara di masa silam, berada pada Formasi Kampung Baru. Formasi Kampung Baru berusia relatif Miosen Akhir-Plio Pleistosen (1,8–5 juta tahun lalu), yang utamanya tersusun atas perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batulanau, serpih, dan batubara.
Pada sebelah barat dari kawasan Kutai Lama, terdapat antiklin Sanga-Sanga.
Batu pasir yang tampak adalah batu pasir kuarsa yang berwarna putih susu, jika lapuk kuning keabu-abuan. Struktur sedimen perlapisan pararel dan silang siur dengan tebal lapisan berkisar antara 0,8–3,5 m. Deretan perbukitan yang ada di kawasan ini, didominasi oleh batu pasir kuarsa tersebut, seperti Bukit Jahitan Layar, Bukit Steling dan deretan perbukitan di sekitarnya.
Batu pasir ini mempunyai ukuran butir pasir sedang-pasir halus dengan komposisi mineral utama berupa kuarsa, dengan sisipan nodul oksida besi dan sedikit fragmen batubara. Batu pasir kuarsa umumnya tersementasi lemah dan bersifat lepas-lepas. Sisipan batu lanau mempunyai warna abu-abu cerah, struktur sedimen berupa perlapisan pararel, terdapat material pengotor berupa pasir dengan komposisi mineral lempung dan kuarsa. Batu lempung berwarna abu-abu gelap, berstruktur sedimen berlapis dan pararel serta laminasi, sortasi baik sebagian mengandung serpih serpih karbon. Serpih batubara berwarna coklat sampai kehitaman, agak lunak dan sebagian keras, agak kompak dan menyerpih.
Telaah Tanah Hitam Bercangkang Kerang
Endapan lapisan tanah berwarna kehitaman ini, tersebar relatif merata di dataran tepi cabang Sungai Mahakam, yang menjadi kawasan Kutai Lama saat ini.
Lapisan tanah tersebut, merupakan endapan pasir berukuran butir halus hingga sedang, sebagai bagian dari Formasi Kampung Baru. Posisinya yang ada di dataran dekat tubuh sungai, boleh jadi merupakan hasil erosi, transportasi dan pengendapan dari perbukitan yang ada di kawasan ini. Terdapat fragmen cangkang kerang yang relatif merata dengan ukuran rata-rata 2 cm (bahasa lokal menyebut kerang jenis ini sebagai tudai) meski di beberapa kawasan masih bisa ditemui fragmen cangkang berukuran besar (diameter bila masih utuh dapat mencapai 15 cm). Sesekali, terdapat juga fragmen keramik pecahan piring, gelas maupun perangkat rumah tangga lain berukuran tebal 1 cm yang tampaknya merupakan bagian dari jejak peradaban Kutai Lama di masa silam.
Astiti (2009) dalam penelitiannya, membuat gambar yang menunjukkan batasan sebaran dari lapisan tanah berwarna hitam dan bercangkang tersebut, yang mencapai ukuran 850 meter sepanjang kelokan sungai di sekitar Pelabuhan Kutai Lama dan jauhnya sebaran dari tepi sungai mencapai 250 meter. Astiti (2009) mengungkapkan hasil ekskavasi di sisi timur lokasi yang diinterpretasikan sebagai posisi keraton di masa silam dengan temuan tumpukan kerang dalam jumlah yang cukup banyak. Astiti (2009) berusaha menguatkan pendapat yang menginterpretasikan bahwa temuan kerang-kerang ini dalam jumlah banyak tersebut adalah bagian dari benteng.
Irwanto (2006) mengungkapkan, bahwa keberadaan tanah berwarna hitam atau kehitaman (seperti yang ditemui di sekitar Pelabuhan Kutai Lama) ini, nampaknya merupakan bagian dari tanah antropogenik. Tanah antropogenik adalah jenis tanah yang berwarna sangat gelap dan subur yang dibuat oleh manusia (antropogenik) dengan menambahkan campuran arang, tulang dan pupuk kandang ke tanah yang kurang subur.
Tanah antropogenik terdapat di Amazon dan Kalimantan dan diyakini merupakan budaya pra-Kolumbus. Tanah antropogenik di Amazon diperkirakan dibuat pertama kali antara 450 SM dan 950 M.
Peneliti dari Center for International Forestry Research (CIFOR) dalam jurnal "Forestry" tahun 2015 menyebutkan tentang keyakinan bahwa tanah hitam di Kalimantan Timur adalah sama halnya dengan yang di Amazon. Konsep budidaya pertaniannya dianggap sama, yakni 'tebang-arang', yakni membakar sebagian pohon dan tanaman berbatang kayu untuk memperbaiki struktur tanah dan menyediakan penyimpanan nutrisi yang lebih tahan lama yang berasal dari berbagai sumber.
Dalam pandangan kearkeologian, sebaran cangkang kerang dalam jumlah banyak dan tampak merata di kawasan tersebut, dapat diinterpretasikan sebagai bagian dari hasil kebudayaan masa silam. Cangkang kerang, yang kaya akan kandungan kalsium, dapat disetarakan dengan fungsi tulang sebagai bahan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Budaya 'tebang-arang' pun, masih dikenal dalam kegiatan pertanian masyarakat Kalimantan saat ini.
Dari sudut pandang geologi, keberadaan sebaran cangkang kerang secara relatif merata di kawasan sekitar Pelabuhan Kutai Lama ini, masih dimungkinkan merupakan hal yang bersifat alamiah sebagai bagian dari endap lingkungan delta-laut dangkal di masa jutaan tahun silam, ketika muara sungai Mahakam ada di kawasan ini. Berdasarkan temuan horizon tanah berwarna kehitaman pada kaki bukit menuju makam raja di Kutai Lama, tampak bahwa kemenerusan endapan cangkang masih ditemui pada lebih dari satu meter kedalaman tanah.
Warna kehitaman yang ada merupakan bagian dari pengayaan karbon hasil pengendapan dari serasah yang terbawa oleh arus sungai ke hilir, maupun dari tumbuhan bakau yang berkembang di kawasan tersebut saat itu, dengan kerang berseliweran di sekitar akar tumbuhan bakau yang ada.
Dengan demikian, menarik untuk diteliti lebih lanjut tentang keberadaan kerang di kawasan Kutai Lama, apakah merupakan bagian dari fenomena alam yang lazim ditemui untuk kawasan yang pernah menjadi bagian dari muara sungai menuju laut lepas, atau malah merupakan hasil dari produk kebudayaan di masa silam.
Penutup
Kawasan Kutai Lama di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, merupakan kawasan potensial untuk pengembangan wisata kawasan dengan ragam tema meliputi wisata religi, wisata alam/geologi maupun wisata arkeologi dengan ragam tinggalan artefak yang ada.
Kerja sama antar dinas terkait, perguruan tinggi maupun organisasi profesi dalam pengembangan kawasan berbasis perekonomian masyarakat diharapkan akan mampu mengangkat potensi daerah dengan dukungan segenap pihak terkait dan juga masyarakat setempat.
Referensi

  • Astiti, Ni Komang Ayu, 2009, "Pusat Kerajaan Kutai Kartanegara Abad XIII–XVII (Kajian Manajemen Sumber Daya Budaya)", Tesis Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Magister Arkeologi, Depok.
  • Irwanto, Dani, 2016, Atlantis Kota yang Hilang Ada di Laut Jawa, Indonesia Hidro Media, Bogor.
  • Mess, C.A., 1935, De Kroniek van Koetai, Santpoort, Leiden.
  • Budiwiwoho, Setiyo, 2007, "Laporan Eksplorasi Bahan Galian Batubara di wilayah CV Surya Harapan Baru Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur”,  http://budiwiwoho.blogspot.co.id/2007/11/exploration-report-for-coal-at-anggana.html.

Penulis: Fajar Alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar