Jumat, 04 Agustus 2017

Kehidupan Samarinda Bahari dalam Pameran dan Bincang Foto

Mengenalkan identitas Kota Samarinda bisa dilakukan dengan mengekspos warisan sejarah lokal. Satu dari ekspos tersebut adalah kegiatan bertajuk "Kehidupan Samarinda Bahari" yang digelar pada 5 s.d. 28 Agustus 2017 di ruang lobi atau lantai dasar Hotel Midtown Samarinda, Jalan Hasan Basri No. 58.

Perhelatan selama tiga pekan ini berwujud pameran foto-foto koleksi Galeri Samarinda Bahari, sebuah "museum mini" yang menghimpun foto-foto bersejarah di Samarinda sejak awal abad ke-20 dari karya keluarga Ellie Hasan. Pameran terbuka untuk umum.

Khusus Sabtu, 12 Agustus 2017 digelar talk showyang memperbincangkan foto-foto Samarinda tempo dulu. Peserta talk show khusus dari kalangan media, duta wisata, dan undangan dari panitia.

Selain itu,

pengunjung juga bisa membeli buku-buku terbitan Komunitas Samarinda Bahari yang tersedia di lokasi pameran. Buku-buku tersebut antara lain: (1) Samarinda Tempo Doeloe Sejarah Lokal 1200–1999; (2) Sejarah Sungai Mahakam di Samarinda, dari Mitologi ke Barbarisme sampai Kemasyhuran; (3) Almanak Sejarah Samarinda; (4) Citra Niaga Samarinda Tempo Doeloe Dinamika Pusat Perbelanjaan Lokal 1985–1998; (5) Sejarah Loa Kulu Kejayaan & Keruntuhan Kota Tambang Kolonial di Tanah Kutai 1888–1970.

Kegiatan pameran secara profesional ini dipersembahkan oleh Midtown Hotel Samarinda bekerja sama dengan Galeri Samarinda Bahari (GSB). GSB sendiri berawal dari 45 foto yang terpasang dalam pigura, dilatabelakangi partisipasinya dalam Peringatan Hari Pusaka Dunia di Gedung Bank Indonesia pada tanggal 18 Mei 2014. Di antara foto yang dikoleksinya berkaitan dengan kunjungan Presiden Sukarno di Samarinda pada tahun 1957 sejak suasana penyambutan di pelabuhan tepi Sungai Mahakam.

“Koleksi pertama yang saya kumpulkan adalah koleksi kunjungan kenegaraan Presiden Sukarno ke Samarinda dan kunjungan Bung Hatta di Samarinda pada dua urusan yang berbeda. Waktu itu Bung Karno turunnya di batang. Jadi, dulu itu pelabuhan disebut batang, sebagaimana berita dalam sebuah surat kabar zaman itu," ungkap Ellie Hasan.

Foto-foto asli Bung Karno sejak penyambutan di batang (pelabuhan) hingga berpidato di Gedung Nasional itu dipotret oleh Sulaiman, kakak ipar dari ayahnya Ellie Hasan. Mengapa Sulaiman bisa memotret peristiwa itu lalu hasilnya disimpan oleh Hasan Gani? Hal ini karena Sulaiman dan Hasan Gani memiliki hubungan keluarga dengan Heldy Djafar, istri terakhir Bung Karno yang berkelahiran di Mangkurawang, Tenggarong. Hasan Gani merupakan sepupu satu kali Heldy Djafar.

Selain itu, terdapat foto komunitas bahari seperti Persatuan Istri Islam Indonesia (perkumpulan ibu-ibu Samarinda) tahun 1940 yang berkegiatan belajar baca-tulis dan potret Perkumpulan Pemuda Indonesia (PERPI) 1936 yang tiga tahun sebelumnya didirikan oleh Abdul Gafur, Wahel, M. Noor, A. Karim, dkk dengan penasihat M. Jacob (mantan suami Aminah Sjoekoer).

"Harapan saya, ini bisa memperkaya sejarah atau cerita tentang kota Samarinda, bagaimana orang-orang Samarinda zaman dulu itu berjuang untuk sekolah, berjuang untuk berkomunitas, berjuang untuk mengembangkan kota Samarinda dari zaman sebelum merdeka sampai beberapa tahun setelah merdeka. Dan saya harap ini bisa menginspirasi teman-teman di kota Samarinda, menjaga kota Samarinda, dan mengembangkannya lebih baik lagi,” tutur Ellie Hasan.

Kini, kuantitas koleksi GSB hampir mencapai seratus foto. Tambahan foto dengan kualitas (resolusi) maksimal berasal dari koleksi Lembaga Ilmu Bahasa, Negara dan Antropologi Kerajaan Belanda yang dibeli, bukan sumber gratisan.

Penulis: Fajar Alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar