Momentum Hari Ibu setiap 22 Desember belakangan berubah
menjadi hari libur kaum ibu untuk urusan dapur dan rumah tangga. Pemaknaan Hari
Ibu juga terbelok ketika orientasi industri mempraktikkan berbagai ajang
kompetisi nasi tumpeng, lomba kebaya, dan tanding memasang dasi.
Perubahan zaman ke era digital dan media sosial juga
menyeret propaganda publik. Masyarakat bersemangat mengekspos aneka foto yang
mencitrakan dirinya berbakti kepada ibu. Ada yang foto bareng, lagi sungkem, atau
memberi kado kepada ibunya. Pada satu sisi, hal ini terlihat baik. Tapi, secara
hakikat bukan pada proporsinya.
Hari Ibu sesungguhnya bermakna peringatan spirit
partisipasi perempuan dalam perjuangan dan pembangunan bangsa. Seremonial Hari Ibu
kemudian tersesat ke arah pemaknaan Mothers Day, yang lebih ditujukan memberi
puja-puji terhadap ke-ibu-an (motherhood) dan perannya sebagai "yang
telah melahirkan dan menyusui", sebagai pengasuh anak, sumber kasih
sayang, pemandu urusan domestik, dan pendamping suami.
Tanggal 22 Desember yang sejak 1959 diperingati di
Indonesia sebagai Hari Ibu sebenarnya didasari misi pemerintah memberdayakan
perempuan dalam membangun bangsa. Presiden
Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden Nomor 316 Tahun 1959 yang menetapkan tanggal
pelaksanaan Kongres Perempuan pertama di Yogyakarta (22 Desember 1928) sebagai
Hari Ibu.
Peserta Kongres tersebut adalah para pemimpin organisasi
perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara. Latar belakangnya adalah menyatukan
pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum
perempuan. Isu yang dibahas antara lain persatuan perempuan Nusantara dan
pelibatan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan.
Memperingati Hari Ibu yang tepat adalah menunjukkan karya
dan prestasi para perempuan yang positif. Sebagai contoh, Kalimantan Timur
pernah memiliki tokoh perempuan yang terlibat dalam Komando Dwikora. Ia bernama
Fatimah, istri Abdoel Moeis Hassan Gubernur Kaltim periode 1962–1966. Fatimah
menjadi Komandan Sukarelawati Dwikora di Kaltim. Ia
mempunyai keterampilan menggunakan senjata api sebagai persiapan perang versus Neo-Kolonialisme-Imperialisme
(Nekolim).
Penulis: Muhammad Sarip
Tidak ada komentar:
Posting Komentar