Jumat, 05 Oktober 2018

Dua Pangeran Kutai ke Belanda Hadiri Penobatan Ratu Wilhelmina

Di antara kisah kedekatan Sultan Kutai, Aji Muhammad Sulaiman dengan pemerintahan Hindia Belanda adalah dikirimnya dua putra mahkota ke Belanda. Mereka adalah Amidin dan Hassanoedin. Bahkan kedua pangeran itu, turut hadir dalam Penobatan Ratu Wilhelmina, 9 September 1898.

“1898—De Sultan van Koetei zendt twee zoons naar Holland, Om hem te vertegenwoordigen by de inhuldigingsfeesten; hy wordt benoem tot Commandeur in de Orde van Oranje Nassau, zyn oudste zoon tot officier in die orde. Verder sluit hy eenige suppletoire overeenkomsten ter aanvulling van het politiek contract,” tulis Eisenberger dalam Kroniek der Zuider-En Oosterafdeling van Borneo.


Dari Kroniek itu dikabarkan, pada tahun tersebut Sultan Koetei mengirim dua putranya ke Belanda, untuk mewakilinya di festival perdananya; ia ditunjuk sebagai Komandan Orde Oranye Nassau, putra tertuanya seorang perwira dalam urutan itu. Selanjutnya, ia juga menambahkan beberapa perjanjian tambahan untuk melengkapi kontrak politik.

Kedatangan rombongan para bangsawan dan putra raja-raja itu sebenarnya bukan tanpa masalah. Harry A Poeze dalam buku Di Negeri Penjajah Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600–1950 mencatat, pada Desember 1897 masalah tersebut dibicarakan di Majelis Rendah Belanda. Dua puluh dua anggota Majelis mengajukan usul untuk menyediakan dana sebesar f75.000 guna menyembut para “pembesar pribumi dan tokoh-tokoh lain dari Hindia-Belanda pada waktu penobatan Sri Ratu”. Menteri Daerah Jajahan, Cremer, semula tidak dapat menerima usul tersebut. Tanggapan terhadap masalah itu adalah sebagai berikut.

“Mengenai kedatangan mereka itu sudah dilakukan pembicaraan dengan Pemerintah Hindia. Tidak ada maksud pada Pemerintah Hindia maupun cabinet untuk mengundang raja-raja atau kepala-kepala Pribumi datang ke sini; dan tidak ada juga desakan kepada mereka untuk datang. Kalau mereka datang kemari, maka mereka datang atas kehendak sendiri dan juga dengan biaya sendiri, itulah terutama pendapat Pemerintah Hindia. Kalau tidak, demikian dana yang diusulkan oleh para pengusul itu pun tidak bakal mencukupi, sebab sudah jelas dengan sendirinya bahwa raja-raja itu terbiasa melakukan perjalanan lengkap dengan kemegahan dan pengiringnya, dan biaya untuk itu tak akan tertutup oleh dana tersebut."

Ternyata hanya sepuluh orang anggota Majelis yang menentang usul Cremer. Seluruh perkara dan argumen-argumen yang dikemukakan Crremer memperlihatkan adanya pertimbangan “etis”, kecongkakan imperial, dan kepelitan orang Belanda yang terkenal itu.

Demikianlah, akhirnya disetujui susunan delegasi Hindia yang sangat kecil dan boleh dikata kurang representatif. Susuhunan dari Solo mengirimkan saudara lelakinya, pangeran Ario Mataram, yang berangkat ke Negeri Belanda bersama beberapa putranya yang masih muda belia. Sultan Siak (Deli) datang juga, demikian pula dua putra Sultan Kutai dari Kalimantan. Kedua putra Sultan itu, pada 1897, pernah beberapa bulan tinggal di Negeri Belanda, dan rupanya merasa sangat senang dengan perjalanan itu, sehingga mereka manfaatkan kesempatan yang baik itu untuk datang kembali. Meskipun demikian, rombongan dari Hindia itu memperoleh sambutan cukup hangat.

Para pembesar pribumi itu mengujungi berbagai objek menarik, berkeliling Eropa, dan mengagumi banyak hal darinya. Bahkan, mereka sempatkan mewawancarai calon ratu dan Ibu Suri Emma.

Penobatan Ratu Wilhelmina digambarkan penuh program dan protokol. Iring-iringan kuda, pembantu dan tata letak sedemkian rupa. Para pembesar mengenakan mantel dengan dasi hitam.

Penobatan itu juga disertai pameran nasional karya perempuan di Den Haag. Di situ dipamerkan berbagai kerajinan rumah tangga dan kerja pabrik hasil karya perempuan, termasuk pembatik dari Solo sampai wayang orang.

Pangeran dari Kutai masuk dalam rombongan kereta kuda, yang setelah penobatan ikut keliling kota. Mereka ada di kereta ketiga.

Penulis: Chai Siswandi
Editor: MS
_________
Keterangan gambar: Lukisan peristiwa penobatan Ratu Wilhelmina pada tahun 1898. Kalangan bangsawan kerajaan di wilayah Nusantara turut hadir seperti yang terlihat dalam lukisan ini: Aji Amidin gelar Aji Pangeran Mangkunegoro (1) dan Hasanudin gelar Aji Pangeran Sosronegoro (2) dari Kerajaan Kutai Kertanegara serta Raden Mas Kusumowinoto (3) dari Surakarta.
Sumber gambar: Pinterest




Tidak ada komentar:

Posting Komentar