Palaran telah lama dikenal sebagai satu dari sekian tempat yang
menjadi lokasi kegiatan penambangan batu bara di era kolonial Belanda. Palaran
terletak sekitar 8 km di tenggara pusat kota Samarinda apabila menyusur sungai
Mahakam. Secara administratif, lokasi ini masih termasuk dalam wilayah Kota
Samarinda.
Beberapa
pustaka lawas berhasil didapatkan dan dipelajari. Pertama adalah tulisan dari
Theodor Posewitz tahun 1892 yang kemudian diterjemahkan dari bahasa Jerman ke
bahasa Inggris oleh Frederick H. Hatch, berjudul Borneo: It's Geology and
Mineral Resources. Selanjutnya, ada tulisan dari R.W. van Bemmelen pada
tahun 1949, berjudul The Geology of Indonesia Vol. II Economic Geology.
Posewitz (1892)
dan Bemmelen (1949) dalam keterangan terpisah sempat menyinggung perihal
penambangan batu bara di Palaran. Intisari kedua tulisan tersebut sebagaimana berikut
ini.
Pertama, batu bara
awal ditemukan pada 1845-1846 di Palaran.
Kedua, awal temuan ditindaklanjuti
dengan uji laboratorium dan diketahui bahwa batu bara tersebut kualitasnya
cukup baik.
Ketiga, Von Dewall
ditugasi untuk melakukan serangkaian penelitian lebih lanjut tentang batu bara
kawasan tersebut.
Keempat, pada 1847
serangkaian batu bara ditemukan lagi di empat sungai lain: Karang Asam Kecil
(Samarinda), Karbomo (nama tidak dikenal saat ini), Sanga Sanga dan Dondang
(masuk wilayah Kab. Kutai Kartanegara) dengan kualitas setara temuan batu bara
di Palaran.
Kelima, C. de Groot
dikirim pada tahun 1852 untuk penelitian lebih lanjut lagi dan disimpulkan
keempat lokasi di sekitar Palaran dapat dikerjakan dan diputuskan dibuka
tambang bat ubara di kawasan tersebut.
Keenam, tambang di
Palaran mulai dikerjakan tahun 1861.
Ketujuh, tambang di
Palaran ditutup pada tahun 1872.
Kedelapan, Tahun 1879,
dalam kunjungannya ke Samarinda, Carl Bock singgah di Palaran yang masih dihuni
oleh orang Eropa dan Asisten Residen Belanda.
Kesembilan, Asisten
residen S.W. Tromp masih berdiam di Palaran pada 1885.
Kesepuluh, tambang
batu bara berikutnya dibuka pada tahun 1888, dengan nama Oost-Borneo
Maatschappij (OBM) (di Loa Kulu, Kutai Kartanegara).
Pada September
2017, pencarian jejak peninggalan Belanda di kawasan Palaran dilakukan oleh
Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengurus Daerah Kalimantan Timur (IAGI Pengda
Kaltim), Komunitas Samarinda Bahari, dan Balai Pelestarian Cagar Budaya
Samarinda.
Satu mulut
terowongan yang diyakini merupakan terowongan angkut batu bara berhasil
ditemukan dengan petunjuk warga. Terdapat lokasi pelabuhan batu bara (stockpile),
termasuk nama-nama jalan yang masih menggunakan istilah Belanda: Straat 1
hingga Straat 9.
Referensi:
Bock, Carl.,
1905, Reis in Oost-Zuid Borneo, van Koetei naar Bandjarmasin, Martinus
Nijhoff's Gravenhage.
Posewitz, T.,
1892, Borneo: It's Geology and Mineral Resources, 26 & 27 Oockspur
Street, CH & Ring Cross, S.W., London.
Van Bemmelen,
1949, The Geology of Indonesia Vol. II Economic Geology, Government
Printing Office, The Hague.
Penulis: Fajar Alam
Penulis: Fajar Alam
Artikel Lainnya:
Seminar dan Bedah Buku Moeis Hassan Pejuang Kaltim
Moeis Hassan Calon Pahlawan Nasional dari Kaltim
Tragedi 1950 di Lapangan Kinibalu
Sejarah Peringatan Hari Pahlawan Perdana di Samarinda
Peluncuran dan Diskusi Buku Sejarah Tujuh Abad Kerajaan Kutai Kertanegara
Pua Ado, Kepala Polisi Banjar, dan Pangeran Bendahara di Samarinda Tempo Dulu
Ini Sebabnya Kita Pakai Nama Kalimantan, Bukan Borneo
Menyingkap Fakta Makam Tua di Samarinda
Seminar dan Bedah Buku Moeis Hassan Pejuang Kaltim
Moeis Hassan Calon Pahlawan Nasional dari Kaltim
Tragedi 1950 di Lapangan Kinibalu
Sejarah Peringatan Hari Pahlawan Perdana di Samarinda
Peluncuran dan Diskusi Buku Sejarah Tujuh Abad Kerajaan Kutai Kertanegara
Pua Ado, Kepala Polisi Banjar, dan Pangeran Bendahara di Samarinda Tempo Dulu
Ini Sebabnya Kita Pakai Nama Kalimantan, Bukan Borneo
Menyingkap Fakta Makam Tua di Samarinda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar