Selasa, 12 September 2017

Misteri Penambangan Batu Bara di Palaran


Palaran telah lama dikenal sebagai satu dari sekian tempat yang menjadi lokasi kegiatan penambangan batu bara di era kolonial Belanda. Palaran terletak sekitar 8 km di tenggara pusat kota Samarinda apabila menyusur sungai Mahakam. Secara administratif, lokasi ini masih termasuk dalam wilayah Kota Samarinda.

Beberapa pustaka lawas berhasil didapatkan dan dipelajari. Pertama adalah tulisan dari Theodor Posewitz tahun 1892 yang kemudian diterjemahkan dari bahasa Jerman ke bahasa Inggris oleh Frederick H. Hatch, berjudul Borneo: It's Geology and Mineral Resources. Selanjutnya, ada tulisan dari R.W. van Bemmelen pada tahun 1949, berjudul The Geology of Indonesia Vol. II Economic Geology.

Posewitz (1892) dan Bemmelen (1949) dalam keterangan terpisah sempat menyinggung perihal penambangan batu bara di Palaran. Intisari kedua tulisan tersebut sebagaimana berikut ini.

Pertama, batu bara awal ditemukan pada 1845-1846 di Palaran.

Kedua, awal temuan ditindaklanjuti dengan uji laboratorium dan diketahui bahwa batu bara tersebut kualitasnya cukup baik.

Ketiga, Von Dewall ditugasi untuk melakukan serangkaian penelitian lebih lanjut tentang batu bara kawasan tersebut.

Keempat, pada 1847 serangkaian batu bara ditemukan lagi di empat sungai lain: Karang Asam Kecil (Samarinda), Karbomo (nama tidak dikenal saat ini), Sanga Sanga dan Dondang (masuk wilayah Kab. Kutai Kartanegara) dengan kualitas setara temuan batu bara di Palaran.

Kelima, C. de Groot dikirim pada tahun 1852 untuk penelitian lebih lanjut lagi dan disimpulkan keempat lokasi di sekitar Palaran dapat dikerjakan dan diputuskan dibuka tambang bat ubara di kawasan tersebut.

Keenam, tambang di Palaran mulai dikerjakan tahun 1861.

Ketujuh, tambang di Palaran ditutup pada tahun 1872.

Kedelapan, Tahun 1879, dalam kunjungannya ke Samarinda, Carl Bock singgah di Palaran yang masih dihuni oleh orang Eropa dan Asisten Residen Belanda.

Kesembilan, Asisten residen S.W. Tromp masih berdiam di Palaran pada 1885.
Kesepuluh, tambang batu bara berikutnya dibuka pada tahun 1888, dengan nama Oost-Borneo Maatschappij (OBM) (di Loa Kulu, Kutai Kartanegara).

Pada September 2017, pencarian jejak peninggalan Belanda di kawasan Palaran dilakukan oleh Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengurus Daerah Kalimantan Timur (IAGI Pengda Kaltim), Komunitas Samarinda Bahari, dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Samarinda.

Satu mulut terowongan yang diyakini merupakan terowongan angkut batu bara berhasil ditemukan dengan petunjuk warga. Terdapat lokasi pelabuhan batu bara (stockpile), termasuk nama-nama jalan yang masih menggunakan istilah Belanda: Straat 1 hingga Straat 9.

Referensi:
Bock, Carl., 1905, Reis in Oost-Zuid Borneo, van Koetei naar Bandjarmasin, Martinus Nijhoff's Gravenhage.

Posewitz, T., 1892, Borneo: It's Geology and Mineral Resources, 26 & 27 Oockspur Street, CH & Ring Cross, S.W., London.

Van Bemmelen, 1949, The Geology of Indonesia Vol. II Economic Geology, Government Printing Office, The Hague.

Penulis: Fajar Alam


Demo Anti-Mega di Samarinda, 18 Mahasiswa Dipenjara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar