Senin, 07 Mei 2018

Bentrok Berdarah Mahasiswa Versus Polisi di Samarinda 1998


Kenaikan harga BBM 4 Mei 1998 memicu kemarahan mahasiswa. Harga premium yang semula Rp700 per liter meningkat jadi Rp1.200 per liter. Krisis ekonomi semakin riil dirasakan masyarakat. Selain itu, gelombang tuntutan reformasi sudah bergema masif di seluruh Indonesia sejak sebulan sebelumnya.

Tiga hari kemudian, tepatnya 7 Mei 1998, mahasiswa menggelar mimbar bebas di Kampus Universitas Mulawarman Jl. Gunung Kelua. Di tengah berlangsungnya mimbar bebas, mahasiswa mencurigai satu orang terduga polisi intel. Ia segera disambut dengan lemparan batu, tetapi yang bersangkutan dapat melarikan diri dari amukan massa.

Aksi mahasiswa dilanjutkan dengan keliling kampus dan membentuk barisan lalu bergerak ke luar kampus. Aparat kepolisan mencoba menghadang pergerakan massa. Namun, mahasiswa yang bergabung dengan masyarakat memblokade jalan dengan membakar ban bekas. Massa dapat menembus penjagaan aparat hingga ke Jembatan Baru.

Akhirnya, Polisi Anti Huru-Hara (PHH) yang bersiap di Jembatan Baru bertindak represif. Bentrokan terjadi yang mengakibatkan korban luka dari pihak mahasiswa dan polisi. Puluhan sepeda motor turut menjadi sasaran pengrusakan.

Badan Pengawas Senat Mahasiswa (BPSM) Unmul merilis data korban luka dan cedera dari pihak pengunjuk rasa sebanyak 16 orang. Ada pula 16 mahasiswa dari Unmul, STMIK, dan Untag yang ditangkap aparat. Versi Polresta menyebut, korban polisi sebanyak 32 orang dan kerusakan 25 tameng transparan serta 5 helm pengaman.

***
Referensi:
Muhammad Sarip, Samarinda Tempo Doeloe: Sejarah Lokal 1200–1999, halaman 201–202 dan 206–207.
(Buku ini bisa dibeli di lapak Diskominfo Kota Samarinda)

Penulis: Muhammad Sarip

Tidak ada komentar:

Posting Komentar